Cantiknya Batik Ramah Lingkungan dengan Pewarna Alam

- Selasa, 19 Oktober 2021 | 18:31 WIB
Pertagas memberikan serangkaian pelatihan pada ibu-ibu Kelompok Matahari agar mampu menghidupi diri dan keluarga. (foto: ist/difoto sebelum masa pandemi)
Pertagas memberikan serangkaian pelatihan pada ibu-ibu Kelompok Matahari agar mampu menghidupi diri dan keluarga. (foto: ist/difoto sebelum masa pandemi)

BONTANG - Setelah batik Indonesia resmi diakui oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH) atau Warisan Budaya Takbenda, antusiasme masyarakat terhadap batik kian meningkat.

Antusiasme terhadap batik tak berhenti pada pakaian, motif batik juga bermunculan pada tas, sepatu, taplak meja dan di era new normal seperti sekarang, batik muncul pada masker kain dan masker medis. Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk terus berkreasi dan berinovasi dengan batik, seperti ibu-ibu rumah tangga RT 01, Kelurahan Guntung, Bontang Utara, Kalimatan Timur.

-

Delapan belas ibu rumah tangga yang dibina oleh Afiliasi Sub Holding Gas Pertamina, PT Pertamina Gas (Pertagas) ini tergabung dalam Kelompok Matahari pada program CSR Kampoeng Batik Ecoprint. Manager Communication Relations dan CSR Pertagas, Elok Riani Ariza menyampaikan, Pertagas memberikan serangkaian pelatihan pada ibu-ibu Kelompok Matahari agar mampu menghidupi diri dan keluarga.

"Anggota kelompok matahari merupakan ibu-ibu rumah tangga berusia 35-55 tahun. Sebelumnya, mereka hanya mengandalkan penghasilan dari suami. Beberapa dari mereka bahkan menjadi tulang punggung keluarga karena berstatus single parent. Kemudian kami berikan pelatihan mendesign, menjahit, membuat pewarna alami dan memasarkan produk secara online. Kini ibu-ibu tersebut dapat memperoleh penghasilan  1 - 1,5 juta rupiah per bulan," ungkap Elok.

Kampoeng Batik Ecoprint menerapkan inovasi produk tekstil ramah lingkungan menggunakan zat pewarna alam yang berasal dari pemanfaatan tanaman dan sampah organik di sekitar pemukiman seperti kulit rambutan, limbah serbuk kayu ulin, daun mangga, kayu secang, daun jati dan daun jajar.

Proses pembuatan pewarna alam ini cukup sederhana. Pertama, tanaman yang akan digunakan sebagai pewarna direbus dan dibiarkan mendidih sampai airnya menyusut setengah, lalu didinginkan. Setelah air pewarna dingin, kain dimasukkan ke air pewarna sampai warnanya merata lalu direndam. Setelah itu kain ditiriskan/diperas, kemudian dikeringkan. Bila ingin mendapatkan warna yang nyata dan terang, dilakukan beberapa kali proses pencelupan dan pengeringan.

Sedangkan untuk pemberian motif, dilakukan metode eco print, menggunakan daun daunan asli yang disusun di atas kain, digilas dan digulung dengan pipa. Penggunaan pewarna alam dan metode eco print ini bertujuan mengurangi pencemaran air dari pewarna sintetis yang biasa digunakan oleh industri tekstil. Selain itu, daun daun sisa produksi pun dimanfaatkan menjadi pupuk kompos sehingga prinsip Zero Waste Production terwujud.

Produk yang diberi merk Batik Daon Jajar ini sudah memproduksi pakaian, tas, hijab, masker sampai perlengkapan makan yang dijual secara offlne dan online. Batik Daon Jajar termasuk dalam 9 ikon batik lokal khas Bontang dan satu-satunya yang berkonsep ramah lingkungan.

Dalam acara Bontang Batik Night 2021 di Hotel Grand Mutiara 12 Oktober lalu, Pertagas mendapat apresiasi dari Wakil Walikota Bontang, Najirah, atas dukungan yang diberikan dalam membina UMKM Batik Lokal Khas Bontang. (far/adv/pro15) 

Editor: Wawan-Wawan Lastiawan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Senin, 22 April 2024 | 16:00 WIB

Pemilik Rumah dan Ruko di Paser Diimbau Punya Apar

Senin, 22 April 2024 | 12:30 WIB
X