BALIKPAPAN – Situasi pandemik COVID-19 yang mewabah selama satu tahun ini, menimbulkan peningkatan volume limbah medis sekali pakai, baik yang dihasilkan oleh rumah tangga dan rumah sakit. Tentunya peningkatan limbah medis ini menjadi masalah serius, jika tak ditangani dengan tepat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat penambahan limbah medis selama pandemik di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 30-50 persen. Dengan total keseluruhan sekitar 7.502,79 ton, dari awal pandemik hingga data terakhir 9 Februari 2021.
Di Balikpapan, data timbulan limbah medis dari awal COVID-19 hingga Desember 2020, tercatat sebesar 2.35 ton limbah medis. Anggaran yang dikeluarkan untuk limbah medis ini mencapai Rp 176 juta.
“Dari anggaran itu, dibagi Rp 75 ribu. Karena perkilonya segitu. Kalau sekarang sudah 744 kg dari bulan Januari sampai Maret,” terang Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan Andi Sri Juliarty atau yang akrab disapa Dio, saat ditemui siang tadi, Rabu (24/3).
Sejauh ini, kata dia, jumlah tersebut masih dalam batas wajar. Meski meningkat jika dibandingkan dengan sebelum wabah pandemik COVID-19.
“Masih wajar. Kami tidak tahu data daerah lain, jadi tidak bisa membandingkan. Tapi jika dibandingkan sebelum COVID-19, tentu lebih banyak setelah COVID-19,” tuturnya.
Karena kasus di Balikpapan yang selalu tinggi, lanjut dia, kemungkinan limbah B3 lebih banyak. Namun hal tersebut telah diantisipasi dengan menyediakan safety box sesuai jenis limbah dan peningkatan pengelolaan limbah berbahaya.
“Jadi sudah ada disediakan, seperti plastik kuning untuk masker,” imbuhnya.
Sementara itu, saat ini penggunaan sefety box juga lebih diperbanyak lagi. Karena adanya tambahan limbah vaksinasi, seperti penggunaan jarum suntik dan botol bekas vaksin.
“Kami tambah, dan itu selalu ada dan disediakan di tempat pelayanan,” tutupnya. (rin/pro)
