PROKAL.CO,
RENCANA pembahasan RUU Kejaksaan sebagai revisi atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pertama kali disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Senin (31/8). Salah satu alasan penting yang mendorong revisi UU Kejaksaan karena Indonesia telah meratifikasi sejumlah konvensi, seperti United Nations Against Transnational Organized Crime (UNTOC) dan United Nations Conventions Against Corruption (UNCAC). Rencana perubahan itu utamanya terkait independensi dalam penuntutan, akuntabilitas penanganan perkara, standar profesionalitas, dan perlindungan bagi para jaksa.
Rencana revisi UU Kejaksaan dapat dimaknai dari beberapa sudut pandang. Dalam perspektif hukum acara pidana secara lebih khusus dan juga perspektif hukum secara lebih luas, sebagai salah satu tujuan negara hukum yang harus diwujudkan, harus dimaknai sebagai sebuah upaya untuk mengembalikan fungsi dan makna sebenarnya dari Integrated Criminal Justice System (Sistem Peradilan Pidana Terpadu) kepada khitahnya.
Terdapat beberapa permasalahan yang akan penulis uraikan: pertama, soal hakekat dan esensi ICJS atau Sistem Peradilan Pidana Terpadu sebagai upaya perwujudan konsep Negara hukum, kedua soal yang berkaitan dengan kedudukan dan peran Kejaksaan sebagai sub sistem peradilan pidana terpadu dalam penegakan hukum yang diharapkan dalam konsep Negara hukum Indonesia, ketiga bagaimana solusi kedepan untuk mengembalikan hakikat fungsi kejaksaan dalam penuntutan perkara pidana dalam bingkai kekuasaan kehakiman.
Adanya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diamandemen terakhir, membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia, khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman (judicative power). Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 mengatur bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggara kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Memperhatikan dinamika perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan juga Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, serta berdasarkan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan, maka Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu dilakukan perubahan secara komprehensif dengan membentuk undang-undang yang baru.
ICJS dalam perspektif hukum acara pidana di Indonesia terdiri dari beberapa sub sistem, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Advokat, Hakim, dan ditambah KPK. Kelima lembaga penegak hukum tersebut dalam praktiknya sangat saling mempengaruhi hasil dari proses penegakan hukum dalam perkara pidana, baik pidana umum maupun tindak pidana khusus, termasuk dalam penanganan perkara korupsi.