Tujuh Aktivis Papua Divonis Hukuman Penjara, Aliansi Gempar Kecewa: Harusnya Mereka Dibebaskan

- Kamis, 18 Juni 2020 | 16:12 WIB
Suasana persidangan yang disiarkan secara daring.
Suasana persidangan yang disiarkan secara daring.

BALIKPAPAN - Tujuh aktivis Papua, yang ditahan di Rutan Klas IIB Balikpapan, menjalani sidang putusan perkara makar di Pengadilan Negeri Balikpapan, Rabu (17/6) siang. Dari hasil persidangan, ketujuhnya menerima hasil dengan tuntutan hukum yang berbeda-beda. 

Kuasa Hukum terdakwa, Fathul Huda mengatakan, dari hasil yang telah diperoleh dari hasil putusan patut diterima. Karena tuntutan telah diputuskan oleh Hakim dengan hasil yang sangat jauh dari tuntutan Jaksa.

"Patut diterima, karena tuntutan yang 17 tahun dan 10 tahun itu ditetapkan oleh Hakim jauh dari itu," ujar Fathul Huda.

Namun, ada beberapa hal yang cukup mengecewakan. Mengingat ada beberapa pertimbangan yang diajukan oleh pihaknya, ternyata tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim.

"Permintaan kami agar mereka divonis bebas tidak dipertimbangkan, padahal mereka layak menerima vonis bebas. Walaupun ada kebahagiaan, tapi ada juga kekecewaan," ungkapnya.

Diterangkan, bahwa para terdakwa pantas untuk mendapatkan kebebasan dikarenakan mereka merasa tidak bersalah. Mereka yang dituduh memiliki barang bukti yang ditunjukkan dipersidangan seperti busur panah, parang, dan sebagainya, itu bukanlah milik mereka, termasuk Mukhtar Tabuni yang hanyalah orang luar.

Sedangkan dari hasil putusan hari ini, masih akan dipikirkan apakah nantinya akan diajukan banding atau tidak. Hal tersebut akan didiskusikan kembali dengan para terdakwa, yang nantinya keputusan pada mereka apakah akan aju banding atau menerima.

"Nanti kita lihat, kalau Jaksa menerima dan terdakwa juga menerima, nanti tinggal menjalani masa sisa hukuman saja. Mereka sudah menjalankan sembilan bulan masa hukuman, tinggal nanti berjalan sisanya," ucapnya.

Pada sidang putusan hari ini juga Mahasiswa Balikpapan yang tergabung dalam organisasi Aliansi Gempar (Gerakan mahasiswa dan pemuda anti rasisme) turut ikut menantikan hasil putusan sidang. Mereka akan tetap mengawal dan menyaksikan langsung jalannya persidangan.

"Alasan kami melakukan aksi ini, karena kami menganggap kawan-kawan dari Papua itu tidak bersalah. Karena mereka waktu aksi di Papua itu hanya merespon adanya aksi yang terjadi di Surabaya. Dan kawan-kawan itu memang membawa aspirasi," ungkap Humas dari Organisasi Alinsi Gempar, Javier Christoffer. 

Dari aksi mereka ini, diharapkan agar seluruh terdakwa dalam kasus makar ini tidak mendapat hukuman atau dibebaskan. Terlebih menurutnya, ketujuh terdakwa memang hanya sebatas menyampaikan apa yang ada dalam hati mereka terkait aksi rasisme Papua yang ada di Surabaya.

"Negara kita ini kan, menjamin kebebasan untuk menyampaikan pendapat. Kamibrasa itu hanya bentuk ekspresi politik mereka, menyampaikan aspirasi didepan umum. Siapa yang tidak sakit hati kalau dikatai secara kasar dengan menyebut binatang dan sebagainya? dan itu bentuk luapan kesakithatian mereka," jelasnya. 

Kini sidang putusan telah diputuskan. Seluruh terdakwa telah menerima hasil yang sangat baik, yakni hanya dengan 10 hingga 11 bulan.

"Ajukan banding, tetapi tetap masih ada koordinasi terlebih dahulu beberapa wakti dengan tim yang ada di Papua. Tetapi kemungkinan besar, atas pertimbangan-pertimbangan tertentu ini diterima. Karena kita pikir, kalau banding akan memperpanjang lagi," terang Huda.

Halaman:

Editor: Wawan-Wawan Lastiawan

Tags

Rekomendasi

Terkini

PLN dan PWI Kalteng Gelar Donor Darah

Kamis, 29 Februari 2024 | 10:23 WIB
X