Merasa Dikriminalisasi, Notaris di Balikpapan Ini Mencari Keadilan Kirim Surat ke Presiden

- Senin, 20 Januari 2020 | 10:00 WIB
Arifin Samuel Candra
Arifin Samuel Candra

BALIKPAPAN - Terdakwa kasus penggelapan sertifikat tanah, Arifin Samuel Candra, mencari keadilan.Notaris yang berkantor di Kompleks Ruko Balikpapan Baru atau tepatnya di seberang Pasar Segar ini dituntut empat tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

Ia merasa dikriminalisasi. Ia tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan atau SPDP. Yang disayangkan lagi, sejumlah bukti yang disodorkannya ke penyidik juga diabaikan.

Arifin menyampaikan hal ini kepada awak media, Minggu (19/1). Ia menjelaskan, awal perkara dirinya jadi terdakwa adalah dari sengketa perdata. Antara pengusaha berinisial J dengan rekan bisnis pengusaha berinisial AHR pada 2017 lalu.

“AHR menitipkan tiga sertifikat HGB kepada saya pada Desember 2016 dan Januari 2017 lalu,” kata Arifin.

Penitipan dilakukan untuk pembuatan akta jual beli (AJB) sekaligus balik nama tanah dari AHR ke J. Dibuatkan juga kembali akta perikatan jual beli dan kuasa menjual ke AHR, guna keperluan modal usaha perusahaan yang didirikan bersama AHR dan J.

“Namun tidak jadi di balik nama. Ada perselisihan AHR dan J. Sertifikat AJB yang saya keluarkan juga sudah dibatalkan pengadilan,” jelasnya.

Perselisihan ini terjadi pada 2018 saat AHR melakukan gugatan terhadap pembuatan tiga sertifikat AJB yang dimenangkan AHR. Dari tiga AJB yang dibatalkan, dua di antaranya sudah inkrah. Karena itu selaku notaris, Arifin tidak menyerahkan sertifikat itu kepada J, namun dikembalikan ke AHR.

“Putusan dikeluarkan PN (Pengadilan Negeri) Balikpapan pada 2018. Dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi Samarinda pada 2019 yang tidak dapat menerima permohonan banding dari J,” jelasnya.

Namun J keberatan begitu tahu sertifikat dikembalikan ke AHR. Pengusaha Balikpapan itu akhirnya melaporkan Arifin ke Mabes Polri pada 13 Maret 2018 atas laporan penggelapan sertifikat. Puncaknya pada 11 April 2019, penyidik Bareskrim Mabes Polri mendatangi kantor Arifin, menggeledah dan membawa Arifin ke Jakarta.

“Saya lalu ditahan selama 21 hari. Dan hingga sekarang saya tak pernah menerima SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan),” jelasnya.

Arifin mengaku dirinya menjadi korban kriminalisasi. Selain SPDP, dia baru mengetahui dirinya ditetapkan tersangka setelah setahun berjalannya laporan. Sejumlah bukti yang dia sodorkan ke penyidik juga diabaikan. “Saya dipaksa pada kasus penggelapan Pasal 372 KUHP. Saya mendapat banyak tekanan saat BAP (berita acara pemeriksaan),” ujarnya.

Arifin menyebut, dirinya yang saat ini menjadi tahanan rumah sudah bersurat ke Presiden Joko Widodo untuk mencari keadilan. Ini didasarkan pada surat edaran dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia nomor B-230/E/Ejp/01/2013 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956.

“Saya ingin keadilan bagi saya. Saat ini saya masih menunggu balasannya,” ungkapnya. Diketahui, Arifin saat ini berstatus terdakwa dan masih harus menjalani sidang pembelaannya di PN Balikpapan. Pada 14 Januari lalu, Arifin dituntut JPU empat tahun penjara. (pro/one) 

Editor: Wawan-Wawan Lastiawan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Balaskan Dendam Kawan, Keroyok Orang Hingga Tewas

Kamis, 28 Maret 2024 | 18:10 WIB

Setelah Sempat Dikeroyok, Seorang Pemuda Tewas

Kamis, 28 Maret 2024 | 08:00 WIB

Tim Gabungan Kembali Sita Puluhan Botol Miras

Selasa, 26 Maret 2024 | 16:40 WIB
X