JAKARTA- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menanggapi tudingan isu ‘Geng Solo’ yang dihembuskan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane.
Komisioner Kompolnas Andrea Poeloengan mengatakan, tudingan itu menurutnya bukan saja berlebihan tapi juga harus diuji kevalidannya.
Ia menuturkan, untuk bisa menduduki kursi Kapolda, seorang perwira Polri harus melalui sejumlah tahapan tidak mudah.
“Untuk menjadi Kapolda harus melalui Wanjakti yang dipimpin oleh Wakapolri,” tuturnya, Senin (23/12).
Dalam penentuannya, Wanjakti juga tidak akan ceroboh dan tanpa memiliki pertimbangan dalam menunjuk seseorang.
“Jadi ada pertimbangan yang matan memilih Irjen Nana jadi Kapolda Metro Jaya,” tegasnya.
Soal Nana yang pernah bersanding dengan Jokowi di Solo, menurutnya adalah hal yang wajar jika keduanya menjadi cukup dekat.
Sebaliknya, kedekatan Jokowi dan Nana itu menjadi bukti bahwa Forum Komunikasi Daerah (Forkominda) di Surakarta memang berjalan dengan sangat baik. Pun demikian pula dengan era Sigit Listyo Prabowo
Pak Nana menjadi Kapolres, pada saat itu bisa bekerjasama dengan baik bersama wali kotanya. Itulah prestasi yang luar biasa yang jarang dinilai oleh banyak orang,” jelas Andrea.
Dalam perkembangannya, Polri juga dituntut bisa menyesuaikan tuntutan zaman. Seorang polisi, bukan saja harus piawai dalam menangani dan mengungkap kasus.
Kini, Polri juga dituntut menguasai dan bisa memanfaatkan secara maksimal teknologi yang ada agar menjadi polisi modern.
Akan tetapi, Polri juga dituntut tetap bisa menjalin kemitraan dan keterpaduan dengan berbagai pihak, bukan saja dengan mitra kerjanya.
Karena itu, ia menilai, dengan tetap menjaga keterpaduan dengan lembaga, instansi dan institusi lain, bisa menjadikan polisi modern guna mengakomodir harapan, kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Polisi seperti itu pula yang sejak dua dekade silam sudah dikembangkan dan diterapkan di negara-negara maju.