Dongkrak SDM, Kemenristekdikti Panggil 57 Ilmuwan Diaspora

- Selasa, 16 Juli 2019 | 18:11 WIB
Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti. (foto : dok.Kemristekdikti for Kaltim Post)
Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti. (foto : dok.Kemristekdikti for Kaltim Post)

JAKARTA—Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) bakal menggelar Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) 2019 pada 18-25 Agustus 2019 di Jakarta dengan mengundang 57 ilmuwan diaspora dari 15 negara di dunia.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, para ilmuwan tersebut diwajibkan untuk menghasilkan output, baik berupa publikasi ilmiah, kerja sama riset, workshop dan coaching, serta kolaborasi lainnya yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa.

Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti mengungkapkan, pada tahun ini pemerintah mengarahkan para ilmuwan diaspora pada bidang pembangunan prioritas, termasuk dalam penguatan pendidikan vokasi.

"Pemberdayaan ilmuwan diaspora ini sudah diinisiasi sejak tahun 2016. Namun, tahun ini acara SCKD menjadi momentum yang baik karena sejalan dengan fokus Pemerintah untuk membangun SDM," tutur Ghufron, Senin (15/7).

Ghufron menjelaskan, penyelenggaraan SCKD dari tahun ke tahun selalu mendapat antusiasme tinggi dari para ilmuwan diaspora di berbagai belahan dunia. Kendati demikian, mereka yang terpilih telah melalui berbagai tahap penyaringan. Bahkan, bagi para peserta yang pernah mengikuti kegiatan serupa di tahun sebelumnya diseleksi berdasarkan hasil riset atau kerja sama yang sudah dijajaki dengan mitra dalam negeri.

"Tahun ini kami juga membuka kesempatan tidak hanya bagi mereka yang sudah menjadi assistant professor atau associate professor, tetapi juga bagi para postdoct yang memiliki potensi. Mereka inilah yang kebanyakan merupakan akademisi muda dari generasi millennial," sebut Guru Besar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Ghufron berharap, dengan banyaknya porsi peserta baru pada SCKD 2019, mampu membuka peluang kolaborasi yang lebih luas bagi para akademisi dalam dan luar negeri. Para ilmuwan diaspora juga menjadi katalis bagi perguruan tinggi di Indonesia untuk masuk pada ranking dunia, yakni melalui transfer teknologi dan ilmu pengetahuan.

"Beberapa ilmuwan diaspora juga menjadi visiting professor program Wolrd Class Professor (WCP). Artinya, para ilmuwan diaspora tersebut memiliki kapasitas yang sejajar dengan profesor asing yang berkelas dunia, dan dituntut untuk menghasilkan jurnal Q-1 atau Q-2, dan mereka ini adalah anak bangsa," terang Dirjen Ghufron.

Lebih lanjut, kata Ghufron, dampak penyelenggaraan SCKD tidak sebatas pada sisi akademik.  Namun, program ini mampu menjadi ajang untuk merajut jiwa nasionalisme para ilmuwan diaspora yang sudah bertahun-tahun berkarier di luar negeri. Sedangkan bagi ilmuwan diaspora, SCKD menjadi tanda bahwa negara hadir untuk memanggil mereka agar berkontribusi pada tanah kelahirannya.

Sementara keterlibatan Kemenlu dalam penyelenggaraan SCKD 2019 sendiri diharapkan mampu memperkuat diplomasi melalui jejaring dan kolaborasi para akademisi. Selain itu, ajang ini juga menjadi wadah diskusi untuk merekomendasikan kebijakan-kebijakan terkait, terutama bagi keberlanjutan peran ilmuwan diaspora yang berkarier di luar negeri. (cha/pro)

Editor: nicha-Nicha JKT

Rekomendasi

Terkini

THR-Gaji Ke-13 Cair Penuh, Sesuai Skema Kenaikan

Minggu, 17 Maret 2024 | 07:45 WIB

Ini Dia Desa Terindah nan Memesona di Jawa Tengah

Sabtu, 16 Maret 2024 | 10:25 WIB

Cuaca Ekstrem Diprakirakan hingga Mudik Lebaran

Jumat, 15 Maret 2024 | 10:54 WIB
X