Lestarikan Budaya Lama Suku Dayak Kayan

- Jumat, 5 April 2019 | 21:42 WIB
Himpunan Pemuda Pelestari Seni dan Budaya (HP2SB) Desa Miau Baru Pukau Asisten Pemkesra Kutim Suko Bouno, Kadis Kebudayaan Yusuf Samuel, Camat Kongbeng Furkani, Camat Muara Wahau Irang Ajang, Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat Desa Miau Baru dan tamu undangan lainnya dengan Tarian Hifan Pakan dan Hifau Sau . (Foto: Wak Hedir Humas)
Himpunan Pemuda Pelestari Seni dan Budaya (HP2SB) Desa Miau Baru Pukau Asisten Pemkesra Kutim Suko Bouno, Kadis Kebudayaan Yusuf Samuel, Camat Kongbeng Furkani, Camat Muara Wahau Irang Ajang, Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat Desa Miau Baru dan tamu undangan lainnya dengan Tarian Hifan Pakan dan Hifau Sau . (Foto: Wak Hedir Humas)

MIAU BARU – Sebagai wujud pelestarian budaya Suku Dayak Kayan yang sudah lama tidak dimunculkan, tahun ini masyarakat Desa Miau Baru sepakat merayakan Pesta Lepas Panen atau  Pehelung Ka’uh Tupuh Duman Lebau.

Acara digelar selama tiga hari, yakni mulai 4-6 April 2019. Dipusatkan di Lamin Adat Desa Miau Baru. Kegiatan yang juga dihadiri Kepala Desa dan Kecamatan tetangga

seperti Muara Wahau dan Telen, dibuka resmi oleh Asisten Pemerintahan Umum dan Kesejahteraan Rakyat (Pemkesra) Suko Buono mewakili Bupati Kutim, Kamis (4/4/2016).

Kepala Desa Miau Baru Langet Ifung mengatakan tujuan kegiatan tersebut adalah untuk melestarikan budaya-budaya asli Suku Dayak Kayan. Sesuai dengan sosialisasi Undang-undang Nomor 5 tahun 2017 yang dilaksanakan Dinas Kebudayaan beberapa waktu lalu di Kecamatan Kongbeng. Sosialisasi dimaksud berisi antara lain, mencari budaya-budaya asli didaerah dan didesa-desa, salah satu contoh yang dilaksanakan di Miau Baru. “Semoga kegiatan ini dapat menambah kekayaan budaya yang ada di Kutai Timur. Kami mohon kepada Pemerintah Daerah supaya kegiatan ini diagendakan setiap tahun,” pinta Kades.

Sebelumnya, Ketua Panitia Yusni Sofian menjelaskan, tradisi suku Dayak Kayan bahwa Ka’uh Tupuh Duma Lebau adalah salah satu tradisi adat yang telah menjadi situs kebudayaan suku dayak kayan sejak masa lampau.

Sebagai suatu kegiatan yang wajib dilakukan setiap setahun sekali. Diselenggarakan dalam bentuk ritual khusus sebagai ungkapan syukur masyarakat suku dayak kayan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat pencapaian-pencapaian atau keberhasilan masyarakat, dalam setiap kegiatan maupun pekerjaan masyarakat pada satu musim.

Selanjutnya menyerahkan kembali setiap rencana kegiatan maupun pekerjaan masyarakat untuk tahun berikutnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, pengertian “Pehelung Ka’uh Tupuh Duman Lebau didalam terjemahan bahasa Suku Dayak Kayan antara lain, Pehelung berarti berkumpul dan makan bersama disatu tempat dalam suatu acara tertentu. Ka’uh artinya usai atau akhir, Tupuh artinya terlepas atau luput, Duman artinya masa waktu atau tahun dan Lebau artinya tercapai atau berhasil.

Jika disimpulkan dari terjemahan tersebut, sambung Yusni, maka Pehelung Ka’uh Tupuh Duman Lebau dapat diartikan sebagai suatu acara dimana masyarakat suku dayak akan kumpul makan bersama dalam bentuk perayaan yang menjadi tanda akhir suatu masa sebagai ungkapan syukur.

Untuk setiap pencapaian dan keberhasilan masyarakat atas perjuangan dan pekerjaan. Serta menyerahkannya kembali setiap rencana usaha dan masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk setiap kegiatan yang akan dilaksanakan tahun berikutnya.

“Dapat juga ditarik pengertian lain yang lebih sederhana yakni Pehelung Ka’uh Tupuh Duman Lebau yang diartikan sebagai Tahun Baru Adat Suku Dayak Kayan, ” ucap Yusni.

Tradisi budaya adat yang telah lama tidak dilakukan ini, diangkat kembali oleh Suku Dayak Kayan di Desa Miau Baru, pada 4 – 6 April 2019. Selanjutnya akan digelar setahun sekali secara terus menerus dan menetapkan acara ini sebagai ritus kebudayaan Suku Dayak Kayan yang wajib dilaksanakan.

Dengan mekanisme yang sama secara karakteristik bentuk peragaan budaya dengan penambahan inovasi-inovasi kesenian yang menarik untuk memeriahkan acara ini. “Namun secara prinsip acara ini tidak lagi dilakukan dengan memakai sistem tradisi animisme kepercayaan dalam bentuk mitologi keharingan yang bertentangan dengan nilai dan prinsip-prinsip agama. Sehingga, acara ini lebih ditekankan pada nilai seni budaya yang dikemas dalam bentuk peragaan dengan tujuan hanya melestarikan warisan budaya Suku Daya Kayan,” tuturnya. (hms15/pro/one)

Editor: Wawan-Wawan Lastiawan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Safari Ramadan Kukar, Serahkan Manfaat JKM

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:29 WIB
X