Hu

- Rabu, 13 Maret 2019 | 07:36 WIB

 

Oleh: Dahlan Iskan

 

Tidak ada lagi tradisi dinasti di Tiongkok. Sejak dinasti Qing berakhir. Tidak ada anak pemimpinnya yang masuk politik. Yang sampai menduduki jabatan tinggi. Tidak anak Mao Zedong. Atau anak Deng Xiaoping. Apalagi anak Jiang Zemin. Atau Zhu Rongji. Atau Li Peng.

Anak-anak mereka maksimal jadi pimpinan perusahaan BUMN. Itu pun bukan pimpinan tertinggi. Seperti anaknya mantan ketua DPR: Li Peng. 

Sebagai anak presiden Hu Huifeng tahu itu. Makanya ia tidak tertarik pada politik. Ia juga memilih berkarir di perusahaan negara. Bedanya: Hu Huifei  mencapai posisi tertinggi. Sebagai CEO Nuctech. Pserusahaan teknologi security scanner. Di grup besar Tsinghua Holding. Yang memproduksi peralatan itu. 

Ia memilih bekerja sesuai dengan gelarnya: sarjana computer sciense. Dari Jiaotong Technology University, Beijing. Dengan kelulusan terbaik.

Itulah dunianya. Tidak memikirkan yang lain. Apalagi ia juga seperti bapaknya: Hu Jintao. Yang pemalu. Tidak suka menonjolkan diri. 

Sampailah pada tahun 2013. 

Ketika umur Hu Huifeng 41 tahun. 

Semuanya berubah. Termasuk jalan hidupnya. Bukan atas kemauannya sendiri.

Pimpinan pusat partai membuat keputusan. Memerlukan generasi baru. Yang lahir tahun 1970-an. Yang prestasi akademiknya menonjol. Yang sudah menduduki jabatan tinggi di sebuah perusahaan. Sebagai kader partai untuk level wakil bupati.

Beberapa orang memenuhi syarat itu. Mereka diminta pindah ke jalur birokrasi. Untuk memperkuat kaderisasi di birokrat. 

Di Tiongkok sebuah daerah memiliki walikota atau bupati. Dengan satu kepala daerah. Didampingi empat atau lima wakil kepala daerah.

Halaman:

Editor: Wawan-Wawan Lastiawan

Tags

Rekomendasi

Terkini

PLN dan PWI Kalteng Gelar Donor Darah

Kamis, 29 Februari 2024 | 10:23 WIB
X