DATA Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengungkap fakta adanya disparitas tingkat kemiskinan di desa dan di kota. Pun di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Meski angka kemiskinan terus menurun dari tahun ke tahun, namun angka kemiskinan di perdesaan masih di atas 10 persen. Tingkat kemiskinan masyarakat perkotaan relatif tetap selama empat tahun terakhir di angka 4 persen.
Mencermati fakta ini, maka tantangan utama yang dihadapi oleh kepala daerah terpilih Kabupaten Kotim hasil pemilukada 2015 adalah bagaimana menurunkan ketimpangan pendapatan antardaerah. Secara spasial, titik tekan peningkatan pendapatan harus diarahkan pada masyarakat perdesaan.
Berpijak pada data BPS, pemerintahan Supian Hadi-Taufiq Mukri (Sahati) bersama tim “kabinetnya” memahami bahwa program peningkatan infrastruktur tetap menjadi skala prioritas (baca RPJMD Kotim 2010-2015). Sejumlah target peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan telah ditetapkan dalam RPJMD. Peningkatan infrastruktur jalan kabupaten, jalan kota kecamatan, dan jalan ibu kota kecamatan telah dilakukan di tengah kendala keterbatasan anggaran.
“Kondisi infrastruktur yang belum baik khususnya jalan masih menjadi persoalan utama di Kotawaringin Timur. Anggaran yang diperlukan sangat besar sekali. Dengan keterbatasan anggaran, tidak mungkin dalam waktu lima tahun seluruhnya menjadi baik. Paling tidak, akses jalan penghubung antardaerah telah fungsional,” kata Supian Hadi.
Ketika menjabat tampuk pemerintahan, Sahati dihadapkan pada permasalahan kondisi infrastruktur jalan dalam kondisi kurang baik. Tak perlu melihat jauh hingga ke pedalaman, fakta tersebut juga terlihat di kota Sampit sebagai ibu kota kabupaten. Kini, pemandangan jalan mulus beraspal hotmix telah dirasakan oleh masyarakat kota Sampit.
“Tidak ada istilah anak emas atau anak tiri dalam peningkatan infrastruktur. Semua ada mekanismenya melalui musrenbang dengan tetap memperhatikan skala prioritas. Siapapun pemerintahannya, membuka keterisolasian daerah-daerah terpencil harus tetap diprioritaskan,” ujarnya.
Dari sisi penataan kota dan pembangunan infrastruktur jalan, Ketua DPRD Kotim Jhon Krislie menilai di bawah pemerintahan Sahati, peningkatan infrastruktur mengalami kemajuan yang cukup signifikan. "Kalau masalah infrastruktur saya anggap sukses untuk pelaksanaannya hingga akhir jabatannya saat ini," katanya.
***
Pemerintahan Sahati telah menjadikan revitalisasi pasar sebagai program untuk meningkatkan peran pasar tradisional yang tersebar di 17 kecamatan. Targetnya menyelesaikan revitalisasi 63 pasar desa. Setelah direvitalisasi, pengelolaan pasar desa akan diserahkan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMD).
“Nanti itu (pengelolaan pasar, Red.) akan menjadi Pendapatan Asli Desa (PAD),” kata Mudjiono, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Pemkab Kotim.
Menurut Mudjiono, pemberdayaan lembaga ekonomi seperti Badan Usaha Milik Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Terkait pendanaan revitalisasi pasar, Mudjiono menjelaskan selain bersumber dari APBD Kotim, revitalisasi pasar juga bersumber dari pendanaan lain yakni dana tugas perbantuan pusat dan pihak ketiga.
Dijelaskan, beberapa pembangunan pasar seperti Pasar Telawang dan Pasar Antasari masih dalam tahap pembangunan dan ditargetkan akan operasional tahun 2016. “Insyaallah, pembangunan pasar di Kecamatan Kotabesi bisa diselesaikan tahun ini,” jelas Mudjiono.
Supian Hadi menambahkan, fasilitisasi sarana dan prasarana penunjang ekonomi produktif melalui program revitalisasi pasar masih belum cukup. Kepada Disperindagkop, ia meminta agar para pedagang dibekali manajemen pembukuan sederhana.
“Pemberdayaan pelaku ekonomi mikro dan kecil bisa dilakukan dengan cara pembekalan ketrampilan, managerial, akses pasar, modal, dan kemitraan usaha. Yang tak kalah penting adalah mempromosikannya,” pungkas Supian Hadi. (adv)