INDIKATOR pemberdayaan ekonomi lokal penting digunakan sebagai alat untuk memonitor kebijakan pemerintah daerah. Apakah dua faktor kondisi lokal yaitu tantangan (problem) dan peluang (potensi) telah direspons oleh pengampu kebijakan.
Sudah pasti kendala dan peluang yang dihadapi antardaerah tidaklah sama. Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) misalnya, faktor geografis yang luas, problem sumberdaya manusia (SDM), teknologi, dan faktor-faktor produksi menjadi tantangan yang harus dihadapi pemerintahan Supian Hadi-Taufiq Mukri (Sahati).
Banyak daerah merespons tantangan dan potensi di daerahnya dengan pengembangan produk unggulan atau pencitraan daerah sebagai ikon ekonomi tertentu. Respons tersebut telah dilakukan pada masa pemerintahan Sahati. Di bidang ekonomi kreatif, branding ikan Jelawat telah menggerakkan usaha kuliner dengan sajian menu ikan Jelawat. Ikon Jelawat juga mulai ditangkap oleh para perajin dengan membuat kerajinan tangan khas Kotim. Tak hanya itu, penciptaan ikon lain berupa batik khas Kotim bermotif anggrek tebu diharapkan bisa menggerakan ekonomi kreatif di bidang garment.
Ke depan, inovasi-inovasi pengembangan ekonomi yang bersentuhan dengan kearifan lokal tersebut akan dirumuskan dalam bentuk kebijakan. Wujudnya berupa pemberdayaan lembaga ekonomi lokal.
“Saat ini, efek dari penciptaan ikon tersebut baru memperlihatkan tumbuhnya komunitas-komunitas kecil sehingga peranannya kurang menonjol,” ujar calon petahana pada Pilbup Kotim 2015 ini.
Menurut SHD, short code Supian Hadi, pemberian tempat dalam struktur ekonomi formal terhadap komunitas-komunitas kecil ekonomi penting diwujudkan.
Secara formal, lanjut SHD, wujud konkret kebijakan tersebut akan diarahkan pada peningkatan anggaran ekonomi produktif. “Program ini terutama mengarah pada upaya membangun budaya usaha atau entrepreneurship masyarakat miskin,” kata politisi berlatar belakang pengusaha ini.
Meski upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat telah dilakukan selama lima tahun pemerintahan Sahati, SHD menyadari upaya-upaya tersebut belum optimal. Penyebabnya tak lain karena dukungan alokasi anggaran yang kurang memadai.
“Ini menjadi komitmen Sahati apabila kembali mendapat amanah dari rakyat. Rasio anggaran yang dialokasikan langsung terkait usaha ekonomi produktif harus ditingkatkan,” ujarnya.
Menurut SHD, hanya dengan peningkatan anggaran kebijakan pemerintah daerah dalam melindungi dan mengembangkan lembaga dan usaha ekonomi, maka kebijakan yang diambil bisa terukur. Program konkretnya berupa pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan cara pembekalan teknis keahlian, ketrampilan, managerial, akses pasar, modal, dan kemitraan usaha.
“Sekali saya katakan, upaya-upaya tersebut telah dilakukan, namun harus diakui belum optimal karena keterbatasan anggaran pemerintah daerah. Saya mengapresiasi peran yang telah dilakukan oleh BUMN, BUMD, perusahaan swasta, dan institusi lainnya dalam upaya meningkatkan ekonomi masyarakat Kotim,” ujarnya. (adv)