JAKARTA—Adanya kebijakan pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi asing dapat beroperasi di Indonesia, ternyata menuai pro dan kontra di dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) menilai bahwa kebijakan tersebut dinilai akan semakin mematikan perguruan tinggi swasta (PTS).
Ketua APTISI, Budi Djatmiko mengungkapkan, pemerintah jika ingin meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia bukan dengan memasukkan perguruan tinggi asing ke Indonesia. Menurutnya, kebijakan ini justru akan menggerus jumlah mahasiswa di lingkungan PTS.
“Kalau mau meningkatkan mutu bukan caranya mereka kesini. Kenapa bukan kita ambil sistemnya mereka atau undang dosen mereka jadi dosen tamu,” terang Budi kepada wartawan, kemarin.
Budi menjelaskan, kedatangan kampus asing di Indonesia sudah pasti akan membutuhkan banyak mahasiswa. Akibatnya, perguruan tinggi lokal di level menengah ke atas akan tergerus jumlah mahasiswanya. Kemudian, akan berlanjut menggerus perguruan tinggi level menengah ke bawah.
“Kampus kita yang menengah ke atas akan kekurangan, akhirnya ambil mahasiswa dari kampus menengah ke bawah. Akibatnya, kampus menengah ke bawah enggak ada mahasiswanya, akhirnya mati,” keluhnya.
Oleh sebab itu, Budi menyarankan sebaiknya perintah kembali mengkaji rencana tersebut. Langkah alternatif yang bisa diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu adalah dengan mengundang mahasiswa dan dosen luar negeri agar kampus di Indonesia mampu memperoleh ilmu dari mereka.
“Kurangi jumlah mahasiswa negeri agar lebih berbobo. Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang jumlahnya sedikit otomatis PTS akan mendapatkan limpahan dari PTN. Kalau kira-kira 10 ribu mahasiswa setiap tahun dilimpahkan ke PTS maka PTS bisa hidup. Beri waktu hingga 10 tahun, maka PTS bisa kuat. Kalau kondisinya sudah seperti itu, maka kita dilawan dengan asing tidak masalah, karena kita sudah kuat duluan. Tapi kalau sekarang kan, PTS enggak dikasih apa-apa, terus ‘dibunuh’, wah tidak benar itu,” paparnya.
Terpisah, Rektor Universitas Podomoro, Cosmas Batubara mengatakan, sementara ini pihaknya tetap mengikuti dan mendukung kebijakan pemerintah. “Yang jelas dalam hidup itu perlu untuk berkompetisi. Jadi kita jangan berpikir sempit. Kita harus siap bersaing dan menerima tantangan. Sekaligus mendorong kita untuk memperbaiki kualitas kita,” terang Cosmas selepas acara pendantanganan MoU kerjasama Podomoro University dengan Institusi Nasional dan Internasional di Jakarta, pada Rabu (31/1) lalu.
Cosmas menjelaskan, kerjasama ini juga bertujuan untuk memecahkan solusi dan meningkatkan kualitas akademik masing-masing perguruan tinggi. Dikatakan, bentuk kerjasama ini berupa afiliasi atau bantuan tenaga ahli, lembaga kajian atau bantuan sarana dan prasarana belajar mengajar.
“Putra-putri Indoensia nantinya bisa melihat mana yang baik untuk kita dan mana yang baik untuk bangsa. One day, kita juga harus bermimpi PTS Indonesia bisa membuka cabang di negara lain,” ujar Cosmas.
Selain itu, Cosmas juga menambahkan, sebaiknya dunia pendidikan tinggi di Indonesia harus bisa melihatnya dari sisi positif dan tidak perlu takut menghadapi kebijakan tersebut. “Maka itu, kampus kita ini juga bekerjasama dengan Babson Global Inc untuk dapat menyalurkan perkembangan pendidikan dunia dan bagaimana agar kampus kita bisa memenuhi dan syarat-syarat dan kriteria pendidikan kelas dunia,” pungkasnya. (sar)