Pemkab PPU Dorong Transparansi Nilai Ganti Rugi Lahan untuk Pembangunan IKN

- Jumat, 3 Februari 2023 | 17:52 WIB
Nicko Herlambang
Nicko Herlambang

BALIKPAPAN-Proses ganti rugi lahan milik warga untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) masih diwarnai penolakan. Warga Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku misalnya, mereka menolak nominal ganti rugi Rp 200 ribuan per meter persegi, yang disiapkan oleh pemerintah.

Menanggapi penolakan warga, Plt Asisten 2 Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setdakot PPU, Nicko Herlambang mengatakan, Pemkab PPU bukan pihak yang berperan dalam penentuan nilai ganti rugi. “Kami harus meluruskan, bahwa masalah pembebasan lahan ini diurus langsung oleh Kementerian PUPR,” kata Nicko di Universitas Balikpapan, Rabu (1/2) kemarin.

Kementerian PUPR, sebut Nicko mengajukan peta lahan, proses selanjutnya adalah penetapan lokasi (penlok) yang ditandatangani Gubernur Kaltim, setelah ada penetapan, proses selanjutnya adalah sosialiasi.  “Sementara untuk harga, yang menentukan adalah tim appraisal dari pihak independent,” kata dia.

Pemerintah PPU, sebut Nicko hanya meminta penetapan harga yang berkeadilan. Jangan sampai warga ini merasa dirugikan. Dia juga menduga, penolakan warga terjadi karena minimnya sosialisasi dan kurang transparannya dalam penetapan harga. “Kalau sosialisasi berjalan, dialog berjalan, dan lebih transparan soal harga saya yakin warga bisa memahami,” ungkap dia.

Sosialisasi yang disebut Nicko termasuk bolehnya warga meminta ganti rugi dalam bentuk lain, misalnya lahan pengganti lain.  Persoalan lahan ini, sebut Nicko tak bisa dianggap enteng. Sebab, ada ratusan warga yang terpaksa kehilangan tempat tinggal dan lahan penghidupannya.  “Mereka ini dicabut dari akarnya, tentu saja ini bukan hal yang mudah diterima,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah warga kecewa Desa Bumi Harapan kecewa dengan nilai ganti rugi lahan untuk pembangunan IKN, yang dirasa belum memenuhi harapan. Ditambah, jika menolak harga yang ditawarkan, warga diarahkan berproses di pengadilan.

Warga meminta, pemerintah menaikan nominal uang pengganti lahan yang terdampak proyek pembangunan IKN. Salah satunya adalah Sarina Natalina Gultom. Dia menegaskan menolak uang pengganti senilai Rp 190 ribu hingga Rp 200 ribu per meter untuk lahan yang sudah dia miliki sejak 2009 silam.

Dia menuntut uang ganti Rp 650-1 juta untuk setiap meter persegi lahan yang dia miliki. Total Sarina menguasai lahan seluas 28 hektare dengan alas hak berupa segel. Lokasinya berdekatan dengan Sumbu Barat dan akses menuju Istana Presiden.

“Kami menolak harga yang ditawarkan bukan berarti tidak setuju pembangunan IKN. Kami mendukung tapi kami juga ingin harga yang pantas,” jelas dia.

Tak Cuma soal harga, dia juga kecewa, pemerintah terkesan mengintimidasi warga pemilik lahan saat proses pembayaran di Kantor Kecamatan Sepaku, Desember 2022 lalu. Warga, sebut Sarina dipanggil satu per satu lalu disodorkan amplop berwarna putih, di dalam amplop tertera nominal harga yang akan dibayarkan pemerintah.

“Warga tidak diberi tahu rincian harganya. Jika menolak atau tidak sepakat dengan harga yang diberikan, mereka diarahkan untuk berperkara di pengadilan,” ujar perempuan 60 tahun ini.

Mendengar kata pengadilan saja, warga sudah membayangkan rumitnya prose pengurusan dan waktu yang panjang. Kondisi ini, membuat warga dengan terpaksa menerima harga yang ditawarkan. Dari 21 orang yang sudah dipanggil, sebagian menolak harga yang ditawarkan, sebagian lagi, memilih menerima.

“Sebagian warga kan tidak pernah berperkara di pengadilan. Mendengar kata pengadilan saja, mereka sudah terbayang bakal rumit dan panjang, sehingga mau tidak mau sebagian warga memilih menerima,” tutur Sarina.

Warga lain, Edy Dalimunthe juga menyampaikan kekecewaannya. Lahannya yang berada di pinggir Jalan Negara dihargai sama dengan warga yang posisi lahannya berada di dalam.

Halaman:

Editor: Wawan-Wawan Lastiawan

Tags

Rekomendasi

Terkini

PLN dan PWI Kalteng Gelar Donor Darah

Kamis, 29 Februari 2024 | 10:23 WIB
X