Atlet Disabilitas Balikpapan, Berprestasi di Tengah Keterbatasan

- Kamis, 27 Januari 2022 | 14:43 WIB
MEMBANGGAKAN : Halimatus Sadiah sukses mempersembahkan satu emas dan satu perak dari cabang olahraga tenis meja, Pekan Paralimpik Nasional 2021.
MEMBANGGAKAN : Halimatus Sadiah sukses mempersembahkan satu emas dan satu perak dari cabang olahraga tenis meja, Pekan Paralimpik Nasional 2021.

Di tengah minimnya fasilitas penunjang latihan. Atlet-atlet disabilitas Balikpapan tetap tampil maksimal pada Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XVI di Jayapura, Papua, akhir tahun lalu.

 

ERIK ALFIAN, Balikpapan

 

Atlet disabilitas Kota Balikpapan, tampil gemilang pada gelaran Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XVI, November 2021 lalu. Mewakili Kalimantan Timur, sepuluh atlet Balikpapan sukses membawa pulang tiga medali emas, tujuh medali perak dan empat medali perunggu dari Peparnas XVI tersebut.

Dari sepuluh atlet peraih medali tersebut, terselip nama Halimatus Sadiah. Perempuan kelahiran Januari 1959 ini sukses mempersembahkan satu emas dan satu perak dari cabang olahraga tenis meja kursi roda kelas T5.

Capaian ini jelas saja membuat perempuan yang kerap disapa Diah ini bangga. Pasalnya, dia harus menanti lima edisi Peparnas sebelum akhirnya bisa bertanding. Ya, sejak Peparnas 2004 di Palembang, Sumsel, Diah sudah ambil bagian. Sayang, saat itu tenis meja urung dipertandingkan karena minim peserta.

“Pada Peparnas 2008, 2012 dan 2016 juga sama, karena minim peserta tenis meja hanya jadi eksebisi,” kata Sulung lima bersaudara ini.

Jalan tak mudah juga mesti ditempuh Diah jelang pelaksanaan Peparnas 2021. Setahun sebelum Peparnas, intensitas latihan para atlet disabilitas Balikpapan mulai ditingkatkan. Selain itu, satu-satunya atlet tenis meja paralimpik Balikpapan ini mengaku harus merogoh kocek pribadi untuk membeli perlengkapan bertanding dan sewa lapangan.

“Kalau tidak ada kejuaraan kami biasanya latihan maksimal seminggu dua kali. Kalau menjelang kejuaraan, intensitas bisa meningkat. Sepekan tiga kali berlatih,” ungkap Diah ditemui media ini.

Soal biaya, diakui Diah cukup berat jika harus menanggung sendiri. Apalagi, dengan intensitas latihan yang meningat jelang kejuaraan. Artinya, biaya yang dibutuhkan juga semakin bertambah. Begitu juga dengan alat, seperti kursi roda khusus atlet yang harganya bisa mencapai Rp 5 juta – Rp 20 juta.

Belum lagi, mayoritas atlet disabilitas sebagian besar bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Memang ada dana hibah yang diberikan. Tapi kan itu dibagi untuk semua cabang olahraga,” kata Diah.

Tak cuma soal biaya sewa lapangan, tantangan lain bagi atlet disabilitas di Kota Beriman adalah ketiadaan fasilitas olahraga yang ramah disabilitas. Kondisi ini, kata Diah sangat menyulitkan atlet. Apalagi Diah mesti menggunakan kursi roda khusus ketika latihan maupun bertanding.

Membawa kursi roda saat pergi dan pulang dari latihan, kata Diah cukup merepotkan. Apalagi, dia kadang berangkat menuju lokasi latihan menggunakan motor. Baik diantar maupun menggunakan layanan ojek daring.

Halaman:

Editor: Wawan-Wawan Lastiawan

Tags

Rekomendasi

Terkini

PLN dan PWI Kalteng Gelar Donor Darah

Kamis, 29 Februari 2024 | 10:23 WIB
X